Selasa, September 29, 2009

wisata kuliner tempo doeloe part 2

selainnya makan kupat di pasar kartasura, saya juga sering diajak nenek saya makan bakso di pasar klewer. biasanya nenek saya pergi ke koperasi batik batari untuk menyetor kain batik atau mengambil jatah obat batik terus dari situ ke pasar klewer. ini sekitar tahun 1957 atau 1958. batari dulu adanya di timur gedong biskup dhady terus pindah ke gedung gajah depan bengkel quick disebelah taman siswa. kadang-kadang jatah morinya sama nenek saya dijual saja di pasar klewer habis nenek saya sudah tua dan sudah tidak kuat lagi bekerja. kakek saya sudah meninggal tahun 1954, saya tidak ingat wajahnya. kadang-kadang jatah morinya sama nenek saya disubkontrakkan ke orang lain kadang dijual saja ke pasar klewer. dijualnya sama babah-babah cina totok yang rambutnya putih pakai gigi emas. omongannya masih pelo tapi pinter banget cari duit, saya liat dia ngitung uang banyak sekali. habis urusannya selesai pasti nenek ngajak saya makan bakso disitu. warung basonya mepet di timur pasar pokoknya kalau yang jual makanan adanya di pinggir yang jualan mori dan batik di tengah. yang jual baso juga orang cina pakai celana pendek dan kaos putih bersih. jualannya dalam warung, kita makan duduk di bangku kayu. baru dibuka panci kuahnya saja sudah terasa sedap. asapnya mengepul keatas.....hmmm.....rasanya enak sekali........ sudah sampai rumah saja rasa enaknya masih terasa. maklumlah saya biasanya beli bakso ideran yang dipikul itu, rasa baksonya terlalu banyak tepung daripada dagingnya. kalau di warungnya babah pasar klewer terasa sekali dagingnya dan mihunnya juga sedap. wah, kalau yang dipikul sering mihunnya apek....... kalau di klewer baksonya besar-besar. bedanya kalau bakso di klewer itu pakai kecap asin kalau baso ideran itu pakai kecap manis. dulu klewer masih sangat sederhana, lantainya semen malah kalau depan warung baso lantainya tanah seperti pasar-pasar yang lain. tokonya tembok dan pakai genting tetapi lorongnya terbuka hanya ditutup kain yang digelar seperti tenda. itu dipasang masing-masing pemilik toko. itulah sepenggal cerita kuliner jaman dulu kalau punya nenek senang makan kita juga kebagian senangnya......... salam, wirawan.

wisata kul

wisata kuliner tempo doeloe

waktu kecil antara umur 6 atau 7 tahun saya sering diajak nenek saya jalan-jalan. yang paling saya ingat itu sering saya diajak jalan-jalan ke kartasura. disitu tinggal buliknya nenek saya. jadi masih terhitung mbah buyut saya. saya waktu itu tidak tahu namanya tetapi saya nyebutnya mbah tosura karena tinggalnya di kartasura. rumahnya di desa wirogunan kira-kira 3 km dari pasar kartasura kearah barat tapi belum s ampai mbangak. mbah tosura ini sangat dihormati oleh nenek saya. disamping karena itu buliknya juga karena suami mbah tosura itu dulunya ronggo deso dan sering disebut mbah ronggo. karena mbah saya itu orang kebanyakan jadi kalau melihat orang yang jadi ronggo itu sudah dianggap tinggi dan dihormati sekali. makanya mbah saya itu tiap lebaran pasti sowan ke mbah tosura dan selalu kalau sowan ke kartasura itu mesti dipaskan lebaran ketupat (bakdo kupat). asyiknya bagi saya itu kalau ke kartosura naik kereta api dari stasiun purwosari. kereta apinya dulu itu pakai kayu gelondongan. saya lihat itu masinisnya memasukkan kayu ke lokomotif terus bunyi jess...jess.....jess...... saya ingat kursinya dari kayu nggak pakai busa seperti sekarang, rotan anyaman juga tidak, pokoknya kayu wungkul. kalau jalan ke kartasura pasti kereta langsir dulu di gembongan, kalau semula lokonya didepan sampai di gembongan dibalik lokonya ndorong dari belakang. saya senengnya kalau sampai di stasiun kartasura turun terus saya diajak beli ketupat dengan gudeg, opor dan sambel goreng krecek di pasar kartasura persis didepan stasiun. penjualnya embok-embok dan jualannya digelar di bawah. makannya pakai pincuk daun pisang dengan surunya. rasanya maknyus sampai sekarang saya tidak bisa melupakan enaknya kupat di pasar kartasura tempo doeloe. sambel goreng kreceknya pakai kacang tolo kadang-kadang juga disebut sambel goreng loto wah, enaknya bukan main lho........ rupanya nenek saya penggemar berat kupat itu, habis kalau bakda kupat pasti kesana. pokoknya mampir dulu makan kupat disitu sebelum sowan ke wirogunan. setelah makan kupat baru silaturakhim ke wirogunan. kita naik andong lagi ke wirogunan. kalau sekarang saya pikir mengapa dulu nenek saya tidak naik andong saja langsung dari solo toh kalau sampai di pasar kartosura juga naik andong lagi ke wirogunan. jawabnya mungkin karena sengaja mau mampir dulu beli kupat disitu. saya pikir memang nenek saya itu seneng makan enak kalau istilah kerennya penggemar kuliner............ salam, wirawan.

Kamis, Juli 23, 2009

Nengok Pusara Prof. SAID











Sekembali dari Tour Lapindo-Bromo-Batu bersama-sama teman Alumni '68 SMA Negeri I Yogyakarta .... (HAYOOO, KAPAN PANAMMA PLESIR BARENG....???)
Saat di Malang sempat nelpon Ninik Suko.
Ketika di Yogya, Senen 20/07/2009 nyekar Bapak-Ibuku di Makam Sewu nyambangi pusara Prof. Said yang berdekatan. Dengan beliau ketemu terakhir ya kelas 1 di SMP 1 Solo, 47 tahun lalu.
pinitoyo

Rabu, Juli 22, 2009

Ngunduri Bakso

Hari Sabtu tgl 11 Juni yang lalu saya dengan isteri ke bandung menghadiri peringatan setahun meninggalnya teman kita prof. said jenie. sebelumnya saya menerima sms undangan acara ini dari mas umar tapi saya sudah lupa alamatnya dan jam acara itu. sampai di bandung sudah sore saya check-in di hotel holiday-inn langsung saya sms mas atmadi maksud saya biar saya diampiri karena saya tidak tahu alamatnya. ternyata mas atmadi sudah berangkat dan sudah hampir sampai di tempat acara, tapi dia kasih saya alamat dan ancer2 rumahnya said alm. saya jalan sehabis maghrib ke alamat yang diberikan mas atmadi tapi karena hari sudah gelap saya kesasar terus tanya tukang ojek. dikasih tahu kalau saya kebablasen satu gang mestinya masuk jalan sebelumnya. karena itu saya cari tempat untuk puter balik, kebetulan ada gang yang bisa dipakai puter. waktu mundur disitu ada banyak pedagang keliling yang mangkal, karena kesusu saya hanya lihat spion kanan saja, nggak tahunya bemper kiri sudah nyenggol grobak bakso. krompyanggg....... suara mangkok bakso dan gelas berjatuhan. dalam hati saya wah cilaka ini saya nyenggol grobak bakso. terus saya minggir dan turun ke tukang bakso. terus ada orang yang bilang cuma ada dua gelas pecah kok pak, gak apa2..... saya lihat tukang baksonya kewutahan kuah bakso di celananya. tapi grobak baksonya tidak nggoling wong cuma kesenggol sedikit saja. mangkok baksonya yang jatuh juga tidak pecah. orang2 situ bilang yah minta pengertian bapak saja serelanya. oh, ya beres mas nggak apa ini saya tinggali duit tombo kaget untuk yang jual bakso. memang kalau sudah tua itu penglihatan berkurang, grobak bakso yang sudah deket keliatannya masih jauh, yah... ini bahaya. salam.............wirawan

Kamis, Juni 11, 2009





Iki tambah maneh. Kae pak Wirawan ngawe sapa?

Foto pertemuan PANAMMA 19/10/2008 di dalam rumah Bp. Wahto (alm).
pinitoyo

Jumat, Mei 29, 2009

Tiga Warna

Tahun terakhir di SMP I (1965) kalau nggak salah ingat saya di klas IIIC. Tempat duduk saya nomor 2 dari belakang di jalur paling kanan. Saya sebangku sama Hartono, anak Priyobadan. Di depan saya Rini Gunawan dan Kusumastuti, di belakang saya Anggardjito dan Paryamto. Anggardjito adalah siswa pindahan dari Semarang, waktu klas I dia belum ada. Jadi saya kenal sama dia ya di klas 3 itu. Dia rajin dan tekun sekali belajar. Pelajaran apa saja dia tekuni dan dia pelajari, baik itu pelajaran eksakta maupun non-eksakta. Dia tidak hanya jago aljabar, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu hayat saja, tapi juga jago sejarah, ilmu bumi, bahasa dan lain-lain. Biasanya orang berminat pada satu bidang saja tetapi tidak berminat pada bidang lain tetapi Anggardjito menekuni dan belajar dengan keras semua mata pelajaran. Mungkin nilainya di raport hampir semuanya 9. Seingat saya dia yang jadi juara SMP I waktu ujian tahun 1965.
Ada satu kebiasaan yang saya amati sering dilakukannya dalam rangka memperdalam ilmunya. Sering saya lihat waktu mencatat pelajaran dia menggunakan pensil untuk menulis. Mula-mula saya heran mengapa ia pakai pensil sedangkan semua teman yang lain sudah pakai pulpen atau bolpen. Rupanya catatan yang dibuat dengan pensil itu sore harinya dibaca dan dipelajari sambil ditulis ulang (ditimpa) pakai tinta biru. Dan malamnya diulang lagi membaca dan mempelajari catatan itu sambil ditulis lagi dengan tinta hitam. Jadi ada tiga warna pada catatannya. Kalau siang warna abu-abu (warna pensil), sorenya warna biru dan malamnya warna hitam. Saya sering melihat buku catatannya memang tertulis pakai tinta tapi ada bekas-bekas tulisan pensil yang sudah ditimpa tinta. Baru sekali ini saya melihat ada orang belajar dengan cara seperti ini (ditulis tiga kali). Mungkin dia mencontoh dari orang lain yang saya belum pernah mengetahuinya.
Saya kagum dan salut sama dia, pada semangat belajarnya yang sangat kuat. Makanya tidak heran kalau prestasi akademiknya ruarrr....biasa...
Kalau di kelas tidak ada pelajaran biasanya anak-anak pada ngobrol dan guyonan tapi saya lihat dia asyik membaca pelajaran atau buku wajib.
Karena kemampuannya itu dia dengan mudah meraih gelar doktor bidang fisika di sebuah universitas di AS dan sekarang bekerja di Badan Tenaga Atom. Waktu reuni SMP I di Wisma Gondopuri Solo dia juga datang.
Saya kira ini bisa jadi contoh anak cucu kita supaya rajin belajar seperti teman kita Anggardjito. Kalau semua orang Indonesia rajin belajar dan bekerja keras seperti Anggardjito, mungkin Indonesia bisa menyamai Jepang dalam waktu 20 tahun (bisa nggak ya....he...he....he...)

Best regards,
Wirawan

Kamis, Mei 28, 2009

Janggan bacain surat dari Permadi

Janggan lagi baca surat dari Permadi.

Atmadi