Jumat, Mei 29, 2009

Tiga Warna

Tahun terakhir di SMP I (1965) kalau nggak salah ingat saya di klas IIIC. Tempat duduk saya nomor 2 dari belakang di jalur paling kanan. Saya sebangku sama Hartono, anak Priyobadan. Di depan saya Rini Gunawan dan Kusumastuti, di belakang saya Anggardjito dan Paryamto. Anggardjito adalah siswa pindahan dari Semarang, waktu klas I dia belum ada. Jadi saya kenal sama dia ya di klas 3 itu. Dia rajin dan tekun sekali belajar. Pelajaran apa saja dia tekuni dan dia pelajari, baik itu pelajaran eksakta maupun non-eksakta. Dia tidak hanya jago aljabar, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu hayat saja, tapi juga jago sejarah, ilmu bumi, bahasa dan lain-lain. Biasanya orang berminat pada satu bidang saja tetapi tidak berminat pada bidang lain tetapi Anggardjito menekuni dan belajar dengan keras semua mata pelajaran. Mungkin nilainya di raport hampir semuanya 9. Seingat saya dia yang jadi juara SMP I waktu ujian tahun 1965.
Ada satu kebiasaan yang saya amati sering dilakukannya dalam rangka memperdalam ilmunya. Sering saya lihat waktu mencatat pelajaran dia menggunakan pensil untuk menulis. Mula-mula saya heran mengapa ia pakai pensil sedangkan semua teman yang lain sudah pakai pulpen atau bolpen. Rupanya catatan yang dibuat dengan pensil itu sore harinya dibaca dan dipelajari sambil ditulis ulang (ditimpa) pakai tinta biru. Dan malamnya diulang lagi membaca dan mempelajari catatan itu sambil ditulis lagi dengan tinta hitam. Jadi ada tiga warna pada catatannya. Kalau siang warna abu-abu (warna pensil), sorenya warna biru dan malamnya warna hitam. Saya sering melihat buku catatannya memang tertulis pakai tinta tapi ada bekas-bekas tulisan pensil yang sudah ditimpa tinta. Baru sekali ini saya melihat ada orang belajar dengan cara seperti ini (ditulis tiga kali). Mungkin dia mencontoh dari orang lain yang saya belum pernah mengetahuinya.
Saya kagum dan salut sama dia, pada semangat belajarnya yang sangat kuat. Makanya tidak heran kalau prestasi akademiknya ruarrr....biasa...
Kalau di kelas tidak ada pelajaran biasanya anak-anak pada ngobrol dan guyonan tapi saya lihat dia asyik membaca pelajaran atau buku wajib.
Karena kemampuannya itu dia dengan mudah meraih gelar doktor bidang fisika di sebuah universitas di AS dan sekarang bekerja di Badan Tenaga Atom. Waktu reuni SMP I di Wisma Gondopuri Solo dia juga datang.
Saya kira ini bisa jadi contoh anak cucu kita supaya rajin belajar seperti teman kita Anggardjito. Kalau semua orang Indonesia rajin belajar dan bekerja keras seperti Anggardjito, mungkin Indonesia bisa menyamai Jepang dalam waktu 20 tahun (bisa nggak ya....he...he....he...)

Best regards,
Wirawan

4 komentar:

  1. Mas Wirawan,
    Benar sekali. Mas Anggardjito ini kan nama lengkapnya dulu Pramudjito Anggardjito. Setelah sekolah di AS, tepatnya di Eastwest Center University, Hawaii, dia ganti nama Pramudito Anggraito. Alasannya apa saya sendiri gak tau. Sekarang beliau: Prof. (Ris) Dr. Pramudito Anggraito balik ke BATAN Yogya. Selama 5 tahun, 2002-2007, beliau menjabat sebagai Deputi BATAN di Jakarta. trims.
    Umar Jenie

    BalasHapus
  2. Pak Umar,
    ternyata Pak Anggraito tilas bossku di Batan sama2 Panamma. Cuma beliau Panamma 2/3 alias kelas 2 & 3 tahun 1964 - 1965, sedangkan aku Panamma 1/3 cuma kelas 1 tahun 1963.
    Salam, pinitoyo.

    BalasHapus
  3. O yas, jadi Mas pinitoyo belum kenal mas Anggarjito ketika SMP ya? Celana pendeknya kombor banget, tapi isi sakunya macam-macam termasuk catetan dan pensil, vulpen dsb. He he he
    Umar jenie

    BalasHapus
  4. Mas Umar,
    Jangan lupa nanti kalau ngunduh mantu di Yogya, Anggardjito diundang ya. Lha kalau namanya sudah ganti Anggraito kita manggilnya gimana ya? Waktu saya ketemu tahun 2005 saya masih panggil dia Djito, habis saya nggak tahu kalau dia sudah ganti nama.
    Salam,
    Wirawan

    BalasHapus