Minggu, Mei 03, 2009

Tragedi

Syahdan, Riziq mengunjungi sebuah sekolah di Aceh, setahun setelah Meulaboh dihancurkan tsunami. Ia dipersilakan bicara di depan sebuah kelas yang baru dibangun kembali. Ia senang, sebab dulu, sebelum jadi anggota DPR, ia seorang dosen jurusan sastra Inggris.

Ia pun maju. Sambil mengingat bencana yang terjadi di Aceh, ia menulis di papan tulis: T-R-A-G-E-D-I.

”Anak-anak,” katanya kepada murid-murid sekolah menengah itu, ”kalian tahu apa arti tragedi?”

”Tahu, Pak!” jawab para murid hampir serentak.

”Bagus! Coba beri contoh bagaimana sebuah tragedi terjadi!”

Murid A: ”Apabila seorang tua memanjat pohon mangga untuk memetik sebuah buat cucunya yang sakit—tapi ia terjatuh dan mati.”

Riziq: ”Oh, itu bukan tragedi. Itu kecelakaan.”

Murid B: ”Apabila sebuah asrama yang dihuni serombongan olahragawan nasional kena gelombang tsunami dan semuanya tewas.”

Riziq: ”Oh, itu bukan tragedi. Itu namanya kehilangan besar yang menyedihkan bangsa.

Murid C: ”Apabila Bapak dan tujuh orang anggota DPR lain terbang dengan sebuah helikopter, dan tiba-tiba pesawat terguncang, terbalik, dan bapak semua jatuh ke dalam jurang.”

Riziq: ”Nah, itu yang benar—itulah contoh tragedi. T-R-A-G-E-D-I! Coba kamu terangkan kepada teman-temanmu, kenapa itu bisa disebut tragedi.”

Murid C: ”Pertama, karena itu pasti bukan kecelakaan. Kedua, karena itu pasti bukan sebuah kehilangan besar yang menyedihkan bangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar